Makailmu mustholah ini secara spesifik mengkaji keadaan sanad hadits, yang dipandang dari beberapa sisi : 1. Sampai pada siapa perkataan itu berakhir, apakah marfu' (sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), mauquf (sampai kepada sahabat), maqthu' (sampai kepada tabi'i). 2.
Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam yang memang sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa ini, begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para salaafussholih yang memang benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama, sehingga opini ini membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajari ilmu hadits. Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum muslimin menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana sangat banyak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam. Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelajarinya supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan permasalahan Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah seorang muslim karena mengamalkan Hadits Maudhu’. 1. Apa itu Hadits Maudhu’? 2. Apa saja macam-macam Hadits Maudhu’? 3. Apa saja faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’? 4. Apa saja ciri-ciri Hadits Maudhu’? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hadits Maudhu’ Hadits palsu dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’. Secara etimologi al-Maudhu’ الموضوع merupakan bentuk isim maf’ul dari kataيضع - وضع. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan, meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat disimpulkan yaitu hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.[1] Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian, diantaranya menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah هُوَ الْمُخْتَلَقُ الْمَصْنُوْعُ وَشَرُّ الضَّعِيْفِ، وَيَحْرُمُ رِوَايَتُهُ مَعَ الْعِلْمِ بِهِ فِيْ أَيِّ مَعْنًى كَانَ إِلاَّ مُبَيَّناً. “Dia Hadits Maudhu’ adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat, dan hadits dhoi’f yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai dengan penjelasan.”[2] Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits Maudhu’ adalah مانُسب الى الرّسول صلى الله عليه وسلّم اختلا قًا وكذبًا ممّا لم يقلْه أو يفعله أو يقرّه “Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara mengada-ada dan dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan.”[3] Sedangkan menurut sebagian Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu’ adalah هو المختلع المصنوع المنصوب الى رسول الله صلى الله عليه وسلّم زورًا وبهتا نًا سواءٌ كان ذالك عمدًا أم خطأً ”Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang pendusta, yang ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.”[4] Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak mentaqrirkannya. B. Macam-macam Hadits Maudhu’ 1. Perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. 2. Perkataan itu berasal dari ahli hikmah, orang zuhud atau Isra’iliyyat dan pemalsu yang menjadikannya hadits. 3. Perkataan yang tidak diinginkan rawinya , melainkan dia hanya keliru.[5] C. Sebab Kemunculan Hadits Maudhu’ Munculnya pemalsuan hadits berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin Affan, dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok ta’ashub Ali bin Abi Thalib di Madinah dan Mu’awiyah di Damaskus sehingga terjadi perselisihan yang tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih ironis lagi bahwa sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al- Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Inilah awal sejara timbulnya hadits palsu dikalangan umat islam.[6] Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut 1. Pertentangan politik Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela golongan yang mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada polemik pertentangan kelompok ta’ashub Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah sehingga terbentuk golongan syi’ah, khawariz, dll. yang berujung pada pembuatan hadits palsu sebagai upaya untuk memperkuat golongannya masing-masing. 2. Usaha kaum Zindiq Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan hadits, dengan tujuan menghancurkan agama islam dari dalam. Salah satu diantara mereka adalah Muhammad bin Sa’id al-Syami, yang dihukum mati dan disalib karena kezindiqannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu’ أناخاتمُ النبيّين لا نبيّ بعديْ إلاّ أن يشاءالله "Aku adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku, kecuali yang Allah kehendaki.”[7] 3. Sikap Ta’ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan Salah satu tujuan pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Itu disebabkan karena kebencian, bahkan balas dendam semata. Sebagai contoh, menurut keterangan al-Khalily, salah seorang penghafal hadits, bahwa kaum Rafidhah telah membuat hadits palsu mengenai keutamaan Ali bin Abi Thalib dan ahlu al-Bait sejumlah hadits.[8] 4. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat Kelompok yang melakukan pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Jadi pada intinya mereka membuat hadits yang disampaikan kepada yang lainnya terlalu berlebih-lebihan dengan tujuan ingin mendapat sanjungan. 5. Perbedaan pendapat dalam masalah Aqidah dan ilmu Fiqih Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah ini berasal dari perselisihan pendapat dalam hal aqidah dan ilmu fiqih para pengikut madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya tentang keutamaan Khalifah Ali bin Abi Thaalib عليّ خيرالبشرمَن شكّ فيه كفر "’Ali merupakan sebaik-baik manusia, barangsiapa yang meragukannya maka ia telah kafir.”[9] 6. Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan Sebagian orang sholih, ahli zuhud dan para ulama akan tetapi kurang didukung dengan ilmu yang mapan, ketika melihat banyak orang yang malas dalam beribadah, mereka pun membuat hadits palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah subhaanahuwata’ala dan menjunjung tinggi agama-Nya melalui amalan yang mereka ciptakan, padahal hal ini jelas menunjukan akan kebodohan mereka. Karena Allah subhaanahuwata’ala dan Rasul-Nya tidak butuh kepada orang lain untuk menyempurnakan dan memperbagus syari’at-Nya. 7. Pendapat yang membolehkan seseorang untuk membuat hadits demi kebaikan Sebagian kaum muslimin ada yang membolehkan berdusta atas nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk memberikan semangat kepada umat dalam beribadah, padahal para ’ulama telah sepakat atas haramnya berdusta atas nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam, apapun sebab dan alasannya. D. Ciri-ciri Hadits Maudhu’ Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan antara hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri agar bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu’ yang diambil dari berbagai sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi menjadi dua, yaitu 1 Dari segi Sanad Para Perawi Hadits Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi sanadnya ini, diantaranya adalah a. Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh terpercaya yang juga meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu. b. Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu Ishmah Nuh bin Abi Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits. c. Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab yang khusus membahasnya. d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait. 2 Dari segi Matan Isi Hadits Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah a. Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim kata pendek yang mengandung arti luas.[10] b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits إنّ سفينة نوحٍ طافتْ بالبيتِ سبعًا وصلّتْ خلف المقامِ ركعتينِ “Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim.”[11] c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh Hadits Maudhu’’ yang maknanya bertentangan dengan al-Qur’an, ialah hadits وَلَدُ الزِّنَا لايَدْخُلُ اْلجَنِّةَ اِلَى سَبْعَةِ اَبْنَاءٍ “Anak zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.”[12] Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Qur’an وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”[13] Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani dosa orang tuanya. d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam menggugurkan kewajiban membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz. Padahal telah ma’ruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyaria’tkan saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru disyari’atkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9 hijriyah. Juga Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia ketika perang Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Mu’awiyah baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.[14] e. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk amal yang terlalu ringan atau ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil. Hadits-hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab mau’izhah. Contoh مَنْ قَالَ لا اِلَهَ اِلا اللهُ خَلَقَ اللهُ مِنْ تِلْكَ الْكَلِمَةِ طَائِرًا لَهُ سَبْعُوْنَ اَلْفِ لِسَانٍ لِكُلِّ لِسَانٍ سَبْعُوْنَ اَلْفِ لُغَةٍ يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ “Barang siapa mengucapkan tahlil laa ilaaha illallah maka Allah subhaanahuwata’ala. menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai lisan, dan setiap lisan mempunyai bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.” Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara mendalam, dapat juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan Hadits Maudhu’. Al-Rabi’ Ibn Khaitsam berkata “Bahwasannya diantara hadits, ada yang bersinar, kita dapat mengetahuinya dengan sinar itu, dan bahwa diantara hadits ada hadits yang gelap sebagaimana kegelapan malam, kita mengetahuinya dengan itu.” Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah hadits, tentu saja berasal dari kalangan para ulama yang telah menguasai betul mengenai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah palsu. Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’. Dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan ini, nyatalah bahwa para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya. BAB III KESIMPULAN Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak melakukan dan tidak mentaqrirkannya. Hadits Maudhu’ bisa berupa perkataan dari seorang pemalsu, baik itu dari golongan orang biasa yang sengaja membuatnya demi kepentingan tetentu, atau para ahli hikmah, orang zuhud, bahkan Isra’iliyyat. Selain itu bisa juga merupakan kesalahan rawi dalam periwayatan dengan syarat dia mengetahui kesalahan itu namun dia membiarkannya. Kemunculan hadits-hadits palsu berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya para khalifah sebelum Ali bin Abi Thaalib rodliyallahu’anhum, dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin memuncak antara kelompok ta’ashub Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Sehingga terpecahlah islam menjadi beberapa golongan, yang mana sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’ secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan dan sanad. Oleh karena itu para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya. [1] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 27. [3] Lajnah Ilmiah. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor LESAT Al-Hidayah. 2001. hlm. 141. [4] Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung PT AL MA’ARIF. 1970. hlm. 168-169. [5] Jenis ketiga ini termasuk Hadits Maudhu’ apabila perawi mengetahuinya tapi membiarkannya. [6] Lajnah Ilmiah. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor LESAT Al-Hidayah. 2001. [7] Mahmud HADITS PRAKTIS. Bogor Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm. 112. [8] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA. 2009. hlm. 191. [9] Mahmud HADITS PRAKTIS. Bogor Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm. 112. [10] Maka setiap kalimat yang jelek tata bahasa dan strukturnya tidak mungkin merupakan sabda Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Hanya saja al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata ”jeleknya tata bahasa tidak selamanya menunjukan bahwa hadits itu palsu, karena diperbolehkan untuk meriwayatkan hadits dengan maknanya saja. Namun jika si perawi itu menjelaskan bahwa hal ini adalah teks ucapan Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam, maka jeleknya tata bahasa menunjukan kepalsuannya. Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 38. [12] Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung PT AL MA’ARIF. 1970. hlm. 171. [13] al-An’am 164 [14] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 39.

Haditstentang puasa tarwiyah dikatakan dho'if karena sanad hadits ini ada kelemahan : Pertama; Kalbi (sanad ketiga) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbi. jika benar hadist tersebut maudhu' maka kita bisa mengambil dalil dari hadist umum tentang keutamaan beramal di 10 hari awal bulan dzul hijjah, karena hari tarwiyah masuk di

Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 170231 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d849e63cbf3b960 • Your IP • Performance & security by Cloudflare Haditsmaudhu' boleh disebutkan jika memang ingin dijelaskan status haditsnya yang maudhu'.". Adapun mengenai hadits dho'if, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, "Sedangkan hadits dho'if diperselisihkan oleh para ulama -rahimahumullah-. Ada yang membolehkan untuk disebarluaskan dan dinukil, namun mereka memberikan tiga Diasuh Oleh Ust M Shiddiq Al Jawi Tanya Ustadz tolong jelaskan status hadits “hubbul wathon minal iman” cinta tanah air sebagian dari iman? Ismail, Tangerang, 081-696-3841 Jawab Ungkapan “hubbul wathon minal iman” memang sering dianggap hadits Nabi SAW oleh para tokoh nasionalis, mubaligh, dan juga da`i yang kurang mendalami hadits dan ilmu hadits. Tujuannya adalah untuk menancapkan paham nasionalisme dan patriotisme dengan dalil-dalil agama agar lebih mantap diyakini umat Islam. Namun sayang, sebenarnya ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu maudhu’. Dengan kata lain, ia bukanlah hadits. Demikianlah menurut para ulama ahli hadits yang terpercaya, sebagaimana akan diterangkan kemudian. Mereka yang mendalami hadits, walaupun belum terlalu mendalam dan luas, akan dengan mudah mengetahui kepalsuan hadits tersebut. Lebih-lebih setelah banyaknya kitab-kitab yang secara khusus menjelaskan hadits-hadits dha’if lemah dan palsu, misalnya Kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah Ala Sayyid al-Mursalinkarya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i w. 1328 H Beirut Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999, hlm. 109; dan Kitab Bukan Sabda Nabi! Laysa min Qaul an-nabiy SAW karya Muhammad Fuad Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, Semarang Pustaka Zaman, 2005, hlm. 226. Kitab-kitab tersebut mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu hadits di Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang hadits-hadits palsu, seperti Kitab Al-Maudhu’atkarya Ibnul Jauzi w. 597 H; Kitab Al-La`aali al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ahkarya Imam as-Suyuthi w. 911 H; Kitab Tanzih Asy-Syari’ah al-Marfu`ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu`ahkarya Ibnu Arraq Al-Kanani. Lihat Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hlm. 93. Berikut akan kami jelaskan penilaian para ulama hadits yang menjelaskan kepalsuan hadits “hubbul wathon minal iman”. Dalam kitab Tahdzirul Muslimin karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i hlm. 109 tersebut diterangkan, bahwa hadits “hubbul wathon minal iman” adalah maudhu` palsu. Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam ash-Shaghani. Imam as-Sakhawi w. 902 H menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ala Alsinah, halaman 115. Sementara Imam ash-Shaghani w. 650 H menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu’at, halaman 8. Penilaian palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi al-maraji’ lainnya sebagai berikut Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-Ajluni w. 1162 H, Juz I hlm. 423; Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi w. 911 H, hlm. 74; At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi w. 794 H, hlm. 11. Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah Ala Sayyid al-Mursalin, hlm. 109 Ringkasnya, ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu maudhu’ alias bukanlah hadits Nabi SAW. Hadits maudhu’ adalah hadits yang didustakan al-hadits al-makdzub, atau hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat al-mukhtalaq al-mashnu` yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadits yang sebenarnya tidak ada Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hlm. 35; Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hlm. 89. Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadits maudhu’ adalah haram hukumnya bagi orang yang mengetahui kemaudhu’an hadits itu serta termasuk salah satu dosa besar kaba`ir, kecuali disertai penjelasan mengenai statusnya sebagai hadits maudhu’ Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hlm. 43. Maka dari itu, saya peringatkan kepada seluruh kaum muslimin, agar tidak mengatakan “hubbul wathon minal iman” sebagai hadits Nabi SAW, sebab Nabi SAW faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada Nabi SAW adalah sebuah kedustaan yang nyata atas nama Nabi SAW dan merupakan dosa besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار “Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” Hadits Mutawatir. Terlebih lagi Islam memang tidak pernah mengenal paham nasionalisme atau patriotisme yang kafir itu, kecuali setelah adanya Perang Pemikiran al-ghazwul fikri yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua paham sesat ini terbukti telah memecah-belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah puluhan negara bangsa nation-state yang sempit, mencekik, dan membelenggu. Maka, kaum muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari kerangkeng-kerangkeng palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang Imam Khalifah yang akan mempersatukan kaum muslimin seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah. Semoga datangnya pertolongan Allah ini telah dekat kepada kita semua. Amin.

Haditsini diriwayatkan oleh Thabrani (w. 360 H) dalam kitab Al-Mu'jam Al-Shaghir (2: 149, hadits no. 940). Hadits ini merupakan hadits gharib. Dalam sanadnya terdapat Al-Hakam yang tidak ada orang yang meriwayatkan darinya kecuali Ismail bin Muslim, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Ismail bin Muslim kecuali Hammam.

Penjelasan Tentang Apa Itu Hadits Musnad dan Muttashil? Matan Baiquniyyah Matan al-Baiquniyyah وَالْمُسْنَدُ المُتَّصِلُ الإِسْنَادِ مِنْ ... رَاوِيهِ حَتَّى المُصْطَفَى وَلَمْ يَبِنْ Dan musnad adalah yang sanadnya bersambung...para perawinya sampai kepada al-Musthofa Nabi dan tidak terputus وَمَا بِسَمْعِ كُلِّ رَاوٍ يَتَّصِلْ ... إسْنَادُهُ لِلْمُصْطَفَى فَالْمُتَّصِلْ Dan setiap hadits yang setiap perawi mendengarkan dari perawi sebelumnya secara bersambung...sanadnya kepada al-Musthofa Nabi, maka itu disebut muttashil Mandzhumah al-Baiquniyyah Penjelasan Musnad yang dimaksud dalam definisi al-Imam al-Baiquniy ini adalah riwayat marfu’ yang bersambung sanadnya. Bersambungnya sanad disebut dengan istilah muttashil. Muttashil adalah riwayat bersambung, sedangkan musnad adalah bersanad sampai Nabi. Muttashil berlaku pada hadits marfu’ maupun yang tidak marfu’. Syarat hadits disebut muttashil adalah jika semua perawi benar-benar mendengar dari perawi di atasnya secara langsung. Musnad adalah marfu’ yang muttashil. Setiap musnad adalah muttashil, namun tidak setiap muttashil adalah musnad. Musnad tidak selalu shahih, karena ia hanya memenuhi syarat hadits shahih dalam hal bersambung sanadnya. Bisa jadi meski sanadnya bersambung, perawinya lemah atau majhul tidak dikenal, atau merupakan riwayat yang syadz, atau mengandung illat qodihah. Akibatnya, meski bersambung sanadnya, riwayat itu tidak Ulama menyusun beberapa kitab musnad dengan pengelompokan berdasarkan kriteria tertentu Pertama Kitab musnad yang dikelompokkan berdasarkan nama Sahabat Nabi. Beberapa kitab yang disusun demikian adalah Musnad Ahmad, musnad Abi Hanifah, musnad Abi Ya’la, musnad Abi Bakr al-Marwaziy, musnad al-Humaidiy, musnad atThoyaalisiy, Musnad Aisyah Ibnu Abi Dawud, musnad Abd bin Humaid, musnad Umar bin al-Khoththob Ibnu an-Najjaad. Kedua Kitab musnad yang dikelompokkan berdasarkan pengelompokan bab fiqh maupun akidah. Kitab-kitab yang seperti ini adalah musnad asy-Syafii, musnad arRobi’ bin Habiib, musnad Abdullah bin al-Mubaarak, musnad al-Harits, musnad asy-Syihaab. Musnad Ahmad Salah satu kitab musnad yang terkenal adalah kitab musnad yang disusun oleh al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Hadits-hadits dalam kitab itu disusun dan dikelompokkan berdasarkan nama Sahabat Nabi yang meriwayatkan. Ada sekitar 700-an Sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits dalam musnad tersebut. Total jumlah hadits dalam musnad Ahmad adalah sekitar 40 ribu hadits dengan pengulangan. Sedangkan jika tanpa pengulangan, jumlahnya sekitar 30 ribu hadits. Sebagian Ulama berpendapat bahwa musnad Ahmad hanya berisi hadits shahih, hasan, dan dhaif yang mendekati hasan. Tidak ada yang maudhu’. Ulama yang berpendapat demikian, di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, adz-Dzahabiy, al-Hafidz Ibnu Hajar, dan as-Suyuthiy. Sebagian Ulama berpendapat bahwa dalam musnad Ahmad ada yang maudhu’. Ibnul Jauzi menilai ada 29 hadits maudhu’, ditambah 9 hadits oleh al-Iraqiy. Pendapat yang benar adalah secara asal, hadits dalam Musnad Ahmad tidak ada yang maudhu’. Adapun tambahan dari putra Ahmad Abdullah dan juga Abu Bakr al-Quthoy’iy bisa jadi ada yang maudhu’. Demikian ringkasan penjelasan Syaikhul Islam dalam Minhajus Sunnah. Wallaahu A'lam dikutip dari naskah buku "Mudah Memahami Ilmu Mustholah Hadits Syarh Mandzhumah al-Baiquniyyah, Abu Utsman Kharisman WA al I'tishom BeliSilsilah Hadits Dhahif Dan Maudhu 4 Jld. Harga Murah di Lapak Ikilo Store. Pengiriman cepat Pembayaran 100% aman. Belanja Sekarang Juga Hanya di Bukalapak. Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 170219 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d849e666a930121 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Jawab: Imam jalaluddin As-Suyuthi ketika ditanya perihal maulid beliau menjawab secara Eksplisit dengan sebuah karya kitab yang diberi nama 'husnul maqosid Fi Amalil maulid' menurut beliau "hukum asal maulid nabi yang mana didalamnya terdapat orang yang membaca ayat suci al quran . dan hadits nabi tentang Pengarai rosululloh. begitu juga
Selain Al-Quran, di dalam ajaran agama Islam juga mengenal hadits sebagai salah satu pedoman dalam berperilaku. Hadits Maudhu merupakan salah satu jenis hadits yang harus dipelajari maknanya. Selain itu, Anda juga harus mencari tahu berbagai contoh Hadits Maudhu. Memangnya, seperti apa contoh jenis hadits yang satu ini? Contoh hadits yang termasuk jenis Maudhu dapat dipelajari di dalam artikel ini. Selain itu, artikel ini juga akan membahas berbagai informasi lebih lengkap tentang Hadits Maudhu termasuk sejarah dan hukumnya. Pengertian dan Definisi Apa yang dimaksud dengan maudhu? Istilah maudhu memiliki beberapa arti, yaitu menggugurkan, membatalkan, mengada-ada, merekayasa, memalsukan, membuat-buat, dan mereka-reka. Selain itu, istilah Maudhu juga sering kali dikaitkan dengan arti palsu. Beli podium minimalis dari Jaya Madani. Dibuat secara handcrafting, memiliki presisi tinggi dan stainless steel. Oleh karena itu, pengertian Hadits Maudhu adalah salah satu jenis hadits palsu atau tidak benar yang dinisbahkan kepada Rasulullah dengan cara dusta atau mengada-ada. Jenis hadits yang satu ini tidak pernah Rasulullah sabdakan, kerjakan, bahkan taqrirkan. Bagaimana kedudukan jenis hadits yang satu ini? Hadits Maudhu atau hadits palsu menduduki tingkatan yang paling rendah dan buruk dalam tingkatan Hadits Dha’if. Beberapa ulama bahkan menganggap Hadits Maudhu atau hadits palsu bukan bagian dari jenis Hadits Dhaif. Munculnya beragam contoh Hadits Maudhu memang sangat disayangkan karena dapat menodai hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh Rasulullah. Hadits palsu bisa muncul karena dibuat secara sengaja oleh beberapa orang dengan berbagai tujuan tertentu untuk keberadaan agama Islam. Bagaimana Hadits Maudhu bisa muncul? Perkembangan ilmu pengetahuan Islam yang sangat pesat membuat para imam mujtahid yang saling menghormati mulai muncul dalam berbagai bidang, termasuk bidang fiqih dan ilmu kalam. Pada abad ketiga Hijriah, pengikut masing-masing imam mulai berpikir dan menganggap pendapat yang benar hanya berasal dari imam yang diikutinya. Kondisi tersebut memicu banyak perbedaan pendapat, sehingga pengikut madzhab yang sangat fanatik menciptakan berbagai hadits palsu Tujuan latar belakang munculnya Hadits Maudhu adalah mendukung madzhab atau pendapat yang diyakininya. Selain itu, adanya hadits palsu dibuat untuk menjatuhkan pendapat dari lawannya. Selain itu, kaum yang memusuhi Islam juga mulai membuat hadits-hadits palsu untuk merusak ajaran Islam. Tidak hanya itu, ada juga kaum pembuat kisah yang membuat hadits palsu untuk menarik perhatian para pendengarnya. Ketika para sahabat Rasulullah masih hidup, hadits-hadits palsu yang tersebar di masa tersebut belum begitu meluas. Hal ini karena Nabi Muhammad sebelumnya juga pernah memperingatkan akan kehadiran hadits-hadits palsu. Para sahabat Nabi Muhammad melakukan berbagai upaya agar praktik pemalsuan tidak bertambah luas. Namun, ketika para sahabat sudah banyak yang meninggal, hadits-hadits palsu mulai bermunculan kembali dan tersebar makin luas. Pemalsuan hadits tersebut dilakukan oleh umat di luar Islam maupun umat Islam tertentu karena berbagai alasan atau faktor pendukung. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Hadits Palsu Dilihat dari sejarahnya, kemunculan berbagai Hadits Maudhu atau hadits palsu terjadi karena beberapa faktor penyebab. Apa saja penyebab munculnya hadits palsu? Berikut ini beberapa faktor yang menjadi pemicu atau penyebab munculnya Hadits Maudhu, yaitu Terjadinya pertikaian politikPerselisihan yang terjadi antara satu pengikut madzhab dengan pengikut madzhab lainnyaSerangan untuk menjatuhkan agama IslamFaktor kebodohanKeinginan untuk menciptakan cerita menarikFaktor ekonomi untuk mencari uangFanatisme yang keliru dan berlebihan terhadap ras, kalibah, bahasa, dan tanah airnya sendiriMencari popularitas di tengah-tengah kelompok masyarakatKepentingan pribadi atau kelompok untuk melakukan pembalasan terhadap kelompok lainnya Bagaimana Cara Mengetahui Hadits Maudhu/ Palsu? Terdapat beberapa cara untuk mengetahui suatu hadits palsu atau tidak. Bagaimana caranya? Berikut ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahuinya, yaitu Pengakuan langsung dari pembuat Hadits MaudhuDicari dan diperoleh berdasarkan runutan pengakuannyaMelalui indikasi dari perawi hadits tersebutMelalui indikasi yang ada di dalam hadits tersebut Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadits Maudhu Bagaimana hukumnya untuk meriwayatkan dan mengamalkan jenis Hadits Maudhu? Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang hukum meriwayatkan atau mengamalkan hadits palsu, yaitu 1. Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu Hadits Maudhu tidak boleh diriwayatkan ketika sudah diketahui statusnya. Jika akan diriwayatkan, maka hadits tersebut harus disertai penjelasan yang menerangkan tentang status maudhu atau palsu. Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu tersebut sudah disepakati oleh semua ulama. 2. Hukum Mengamalkan Hadits Maudhu Hadits Maudhu juga tidak boleh diamalkan secara mutlak. Pendapat tersebut disampaikan oleh Syaikh Khalid Abdul Mun’im ar-Rifa’i. Namun, Hadits Maudhu boleh diceritakan dengan tujuan memberi peringatan akan kepalsuan dari hadits tersebut. Contoh Hadits Maudhu Hadits Maudhu tidak hanya dipelajari dari pengertian, sejarah, faktor penyebab, dan hukumnya saja, tetapi Anda juga harus mengetahui berbagai contoh hadits tersebut. Berikut ini beberapa contoh Hadits Maudhu dan artinya yang harus Anda ketahui, yaitu 1. Hadits Maudhu tentang Mencari Rezeki Terdapat Hadits Maudhu yang membahas tentang rezeki, yaitu إنَّ اللهَ يحبُّ أن يرى عبدَه تعبًا في طلبِ الحلالِ Inalloha yuhibbu an yaro abdahu ta’iban fi tholabil halal “Sesungguhnya Allah suka melihat hamba-Nya yang lelah dalam mencari rezeki yang halal.” Riwayat hadits tersebut maudhu’. Al-Hafizh al-Iraqi mengatakan bahwa dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Sahl Al-Aththar. Ad-Daruquthni menyatakan bahwa al-Aththar adalah pemalsu hadits. [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no 10. hal 41] 2. Hadits Maudhu tentang Keutamaan Tafakkur Berikut ini contoh dari jenis hadits palsu tentang keutamaan Tafakkur, yaitu Hadits tentang tafakkur ini, kadang disampaikan dalam khutbah tentang keutamaan tafakkur tanpa penjelasan status haditsnya oleh para khatib. Padahal hadits tentang tafakkur ini merupakan salah satu contoh hadits maudhu atau hadits palsu. فكرة ساعة خير من عبادة ستين سنة Fikroh sa’ah khoirun min ibadati sittiina sanah. “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadah selama 60 tahun.” Hadits ini maudhu’. Diriwayatkan oleh Ibnul jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dengan sanad dari Utsman bin Abdullah al-Qurasyi dari ishaq bin Najih al-Multhi, dari atha’ Al-Khurasani dari Abu Hurairah. Ibnul Jauzi berkata, “Utsman dan gurunya adalah pendusta.” [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no. 173, hal. 157] 3. Contoh Hadits Maudhu Perselisihan Umat Seperti apa contoh hadits palsu? Berikut ini contoh dari hadits palsu yang membahas tentang perselisihan umat, yaitu اختلاف أمتي رحمة Ikhtilafu ummati rahmah. “Perselisihan ikhtilaf di antara umatku adalah rahmat.” Hadits ini tidak ada sumbernya. Imam As-Subki mengatakan, “Hadits tersebut tidak dikenal di kalangan para pakar hadits dan saya pun tidak menjumpai sanadnya yang shahih, dha’if ataupun maudhu’ Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam V/64 menyatakan, “Ini bukan hadits.” [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no. 57. hal 68-69] 4. Hadits Maudhu tentang Dunia dan Akhirat Hadits palsu juga ada yang membahas tentang dunia dan akhirat. Berikut ini contohnya, yaitu “Sebaik-baik kalian adalah yang tidak meninggalkan unson akhirat nya untuk kepentingan dunianya, dan tidak pula meninggalkan kepentingan dunianya untuk kepentingan akhiratnya, dan tidak menjadi beban bagi manusia.” Menurut Abu Bakar al-Uzdiya dalam kitab al-Hadits dan al-Khathib, hadits ini termasuk dalam hadits maudhu dengan sanad dari Naim bin Salim bin Qunbur, dari Anas bin Malik ra. Sanad riwayat hadits ini digolongkan maudhu karena Yughnam bin Salim disebutkan oleh Abu Hatim sebagai perawi sanad yang dha’if. Sedangkan Ibnu Hibban mengatakan, “la pernah memalsukan sanad yang dinisbatkan kepada Anas bin Malik”. Contoh Hadits Maudhu dapat digunakan sebagai salah satu pembelajaran tentang hadits-hadits palsu. Mempelajari tentang hadits palsu akan membuat Anda lebih hati-hati dan waspada serta mengetahui status kepalsuan dari sebuah hadits. Beli podium minimalis dari Kami merupakan anak perusahaan Jaya Madani yang fokus pada sektor produk podium dan mimbar minimalis. Klik disini untuk konsultasi dengan admin kami sekarang juga. BeliPengantar Studi Ilmu Hadits - Al Kautsar. Harga Murah di Lapak Aisha Store. Pengiriman cepat Pembayaran 100% aman. Belanja Sekarang Juga Hanya di Bukalapak.

Yang dimaksudkan dengan hadits maudhu’ adalah hadits yang dikarang-karang oleh orang yang berdusta atas nama Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mengenai orang-orang semacam itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka silakan dia ambil tempat duduknya di neraka.”[1] Yang dimaksud dengan hadits dho’if adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, semisal karena terputusnya sanad. Bagaimana hukum menggunakan hadits maudhu’ dan dho’if? Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Hadits maudhu’ –berdasarkan kesepakatan para ulama- tidak boleh disebut-sebut dan disebarluaskan di tengah-tengah manusia. Hadits maudhu’ tidak boleh digunakan baik dalam masalah at targhib untuk memotivasi atau at tarhib untuk menakut-nakuti dan tidak boleh digunakan untuk hal-hal lainnya. Hadits maudhu’ boleh disebutkan jika memang ingin dijelaskan status haditsnya yang maudhu’.” Adapun mengenai hadits dho’if, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Sedangkan hadits dho’if diperselisihkan oleh para ulama -rahimahumullah-. Ada yang membolehkan untuk disebarluaskan dan dinukil, namun mereka memberikan tiga syarat dalam masalah ini, [Syarat pertama] Hadits tersebut tidaklah terlalu dho’if tidak terlalu lemah. [Syarat kedua] Hadits tersebut didukung oleh dalil lain yang shahih yang menjelaskan adanya pahala dan hukuman. [Syarat ketiga] Tidak boleh diyakini bahwa hadits tersebut dikatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Hadits tersebut haruslah disampaikan dengan lafazh tidak jazim yaitu tidak tegas. Hadits tersebut hanya digunakan dalam masalah at targhib untuk memotivasi dan at tarhib untuk menakut-nakuti.” Yang dimaksudkan tidak boleh menggunakan lafazh jazim adalah tidak boleh menggunakan kata “qola Rasulullah” رَسُوْل اللهِ قَالَ, yaitu Rasulullah bersabda. Namun kalau hadits dho’if tersebut ingin disebarluaskan maka harus menggunakan lafazh “ruwiya an rosulillah” ada yang meriwayatkan dari Rasulullah atau lafazh “dzukiro anhu” ada yang menyebutkan dari Rasulullah, atau ”qiila”, atau semacam itu. Jadi intinya, tidaklah boleh menggunakan lafazh “Qola Rosulullah” Rasulullah bersabda tatkala menyebutkan hadits dho’if. Jika di masyarakat tidak bisa membedakan antara perkataan dzukira ذُكِرَ, qiila قِيْلَ, ruwiya رُوِيَ dan qoola قَالَ, maka hadits dho’if tidak boleh disebarluaskan sama sekali. Karena ditakutkan masyarakat akan menyangka bahwa itu adalah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Faedah penting lainnya Dari sini menunjukkan bahwa hadits dho’if tidak boleh digunakan untuk menentukan suatu amalan kecuali jika ada hadits shahih lain yang mendukungnya. Karena di sini hanya disebutkan boleh hadits dho’if untuk memotivasi beramal atau menakut-nakuti, bukan untuk menentukan dianjurkannya suatu amalan kecuali jika ada hadits shahih yang mendukung hal ini. Perhatikanlah! Misalnya ada hadits dho’if mengenai amalan pada malam nishfu sya’ban. Kalau landasannya dari hadits dho’if tanpa pendukung dari hadits shahih, maka tidak boleh digunakan sama sekali sebagai landasan untuk beramal. Faedah Ilmu dari Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, hal. 401-402, cetakan pertama, 1424 H. Panggang, Gunung Kidul, 22 Syawwal 1430 H Muhammad Abduh Tuasikal Artikel [1] HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 3

TanyaHadits merupakan situs rujukan bagi kaum muslimin yang ingin mengetahui penjelasan sebuah hadits, validitas hadits, dan lain-lain. Skip to content. Hadits Tentang Imam Musafir Yang Menggenapkan Jumlah Raka'at Shalat November 21, 2019 Agustus 5, 2020 Muhammad Nur Faqih 0. Jadwal Kajian.
Category 2023 Derajat Hadits Keutamaan Wakaf Mushaf Al-Qur’an8 Jun Membaca Al-Qur’an, Membuat Rumah Terasa Lapang11 May 2022 Apa Perbedaan Antara Hadits, Khabar, dan Atsar?30 Jul 2020 Mensucikan Bejana Terkena Liur Anjing – Syarah Hadits4 Jun Periode Pembukuan dan Pengumpulan Hadis Nabi3 Apr Menyambut Bulan Ramadhan Jauh-jauh Hari2 Apr 2019 Hadis Maudhu Palsu dan Larangan Mengamalkannya16 Dec Makna Hadis “Bukan Bagian dari Golonganku”13 Dec Hadis Palsu Kebersihan Sebagian dari Iman?24 Oct 2018 Haram Menebang Pohon Bidara?9 Nov Tak Ada Sholat Saat Makanan Telah Dihidangkan?5 Mar Benarkah Cinta Negara Bagian dari Iman?28 Feb Darurat Hadis Palsu di MedSos12 Jan 2017 Merayakan Maulid dapat Syafaat Nabi?29 Nov Doa Ketika Melihat Ka’bah, Tidak Ada Dalilnya?3 Jul Halal yang Dibenci Allah18 Apr Ayah Nabi Calon Disembelih?31 Mar Hadis Bithaqah Kartu Ajaib1 Mar 2016 Biografi Syaikh Syu’aib al-Arnauth, Pakar Hadis Abad ini3 Nov Makna Hadis Muttafaq alaih’28 Oct Mengenal Bulan Dzulqa’dah15 Aug Makna Hadis Tentang Sombong12 May Merahasiakan Lamaran, Hadisnya Dhaif?29 Apr Makna Hadis, Perbarui Iman dengan Laa ilaaha illallaah27 Apr Kisah Bacaan At-Tahiyat ketika Isra Mi’raj23 Mar Memegang Tangan Istri, Menggugurkan Dosa?14 Mar 2015 Hadis Abu Hurairah Ada yang Hilang?14 Dec Berfikir Sesaat Lebih Baik dari Beribadah 60 Tahun?12 Dec Makna Hadis Menikah Menyempurnakan Setengah Agama7 Dec Amal Sunah Bernilai Wajib di Bulan Ramadhan, Hadis Dhaif?19 Jun

Sederhananya al-Quran dan sunnah nabi adalah dalil. Al-Quran pasti datangnya dari Allah. Tidak perlu lagi meneliti mengenai keabsahan al-Quran karena sudah menjadi kesepakatan para ulama. Demikian juga dengan hadis nabi yang mutawatir, di mana keabsahannya juga tidak perlu dipertanyakan lagi. Ia juga sudah menjadi kesepakatan di kalangan para

Mungkin kita sering mendengar istilah hadits maudhu. Namun, masih banyak yang tidak tahu apa itu hadits maudhu, bagaimana ciri-cirinya, dan bagaimana cara mengidentifikasinya. Kita akan membahas tanya jawab tentang hadits maudhu dalam artikel itu Hadits Maudhu?Hadits maudhu adalah hadits palsu yang sengaja dibuat oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Hadits ini tidak memiliki dasar atau sumber dari Nabi Muhammad SAW atau para sahabatnya. Biasanya, hadits ini dibuat untuk tujuan tertentu, misalnya untuk mendukung suatu pendapat atau untuk mengajak orang melakukan maudhu sangat berbahaya karena dapat menyesatkan umat Islam. Oleh karena itu, para ulama sangat memperhatikan keabsahan hadits dan mengidentifikasi hadits Ciri-ciri Hadits Maudhu?Berikut adalah beberapa ciri-ciri hadits maudhuHadits tersebut tidak memiliki sanad atau rantai periwayatan yang tersebut bertentangan dengan ajaran Islam yang sudah tersebut mengandung kesalahan atau ketidak tersebut tidak memiliki kesesuaian dengan konteks sejarah dan budaya saat sebuah hadits memiliki ciri-ciri tersebut, maka kemungkinan besar hadits tersebut adalah Cara Mengidentifikasi Hadits Maudhu?Berikut adalah beberapa cara untuk mengidentifikasi hadits maudhuMemeriksa Sanad HaditsSanad hadits adalah rantai periwayatan yang menghubungkan antara perawi dengan Nabi Muhammad SAW. Jika sanad hadits tidak jelas, atau terdapat perawi yang tidak dikenal atau tidak terpercaya, maka kemungkinan besar hadits tersebut Matan HaditsMatan hadits adalah isi atau teks hadits. Jika isi hadits bertentangan dengan ajaran Islam yang sudah mapan, atau mengandung kesalahan atau ketidak logisan, maka hadits tersebut kemungkinan besar Konteks Sejarah dan BudayaSeorang ahli hadits juga harus memeriksa konteks sejarah dan budaya saat hadits tersebut disampaikan. Jika hadits tidak sesuai dengan konteks, maka hadits tersebut kemungkinan besar Hadits Maudhu dapat Digunakan?Hadits maudhu tidak boleh digunakan sebagai dasar dalam menentukan hukum Islam atau ajaran Islam. Hal ini karena hadits maudhu tidak memiliki dasar yang jelas dan sahih dari Nabi Muhammad SAW atau para umat Islam, kita harus berhati-hati dalam mengambil hukum atau ajaran Islam dari hadits. Kita harus memastikan bahwa hadits tersebut sahih dan memiliki dasar yang jelas dari Nabi Muhammad SAW atau para Cara Menghindari Hadits Maudhu?Berikut adalah beberapa cara untuk menghindari hadits maudhuMemeriksa Sumber HaditsSumber hadits adalah penting untuk diperiksa. Kita harus memastikan bahwa hadits berasal dari sumber yang terpercaya dan memiliki sanad yang Ilmu HaditsBelajar ilmu hadits adalah penting untuk menghindari hadits maudhu. Dengan mempelajari ilmu hadits, kita dapat memahami kriteria dan kaidah-kaidah Kepada UlamaBertanya pada ulama juga merupakan cara yang baik untuk menghindari hadits maudhu. Para ulama memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hadits dan dapat membantu kita memahami dan membedakan hadits yang sahih dan hadits yang Hadits MaudhuBerikut adalah contoh hadits maudhuNoHaditsKeterangan1“Janganlah kalian makan daging sapi, karena daging sapi itu adalah jasad iblis.”Hadits ini dibuat untuk menyesatkan umat Islam dari mengonsumsi daging siapa yang menolak undangan, maka ia telah mendustakan Allah.”Hadits ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menyebutkan bahwa menolak undangan tidak membuat seseorang mendustakan siapa yang membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 100 kali dalam sehari, maka ia akan masuk surga.”Hadits ini mengandung kesalahan dan ketidak logisan, karena masuk surga tidak semudah maudhu adalah hadits palsu yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Hadits ini sangat berbahaya karena dapat menyesatkan umat Islam. Oleh karena itu, kita harus memeriksa keabsahan hadits dan mengidentifikasi hadits ilmu hadits dan bertanya pada ulama adalah cara yang baik untuk menghindari hadits maudhu. Sebagai umat Islam, kita harus memastikan bahwa hadits yang kita ambil memiliki dasar yang jelas dan sahih dari Nabi Muhammad SAW atau para video of Tanya Jawab tentang Hadits Maudhu

.
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/263
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/190
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/269
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/342
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/333
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/163
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/104
  • oyd7tvmhlx.pages.dev/357
  • tanya jawab tentang hadits maudhu